Sumbawa, dari Eloknya Alam sampai Budayanya Mempesona


Salam petualang kawan traveler! Apa yang ada di benak kawan saat mendengarPulau Sumbawa? Susu Kuda Liar, Madu, atau Si Kumba di Acara Arena 123? Pemirsa, tulisan ini akan ngenalin kawan lebih jauh lagi dengan pulau yang diapit oleh Pulau Lombok di sebelah barat dan Pulau Komodo di sebelah timur ini. Bersama dengan Pulau Lombok, pulau ini menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan luas mencapai 14.386 km2. Terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kotamadya, yakni Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa,Dompu dan Bima serta Kota Bima.
Kalau keadaan geografis Pulau Lombok mempunyai banyak kemiripan dengan Pulau Jawa dan Bali, Sumbawa cenderung mirip dengan Pulau Sumba dan Flores. Cuacanya lebih kering dan panas dengan daratan yang didominasi oleh padang savanna dan kontur daratan yang berupa gunung-gunung. Gunung-gunungnya ditumbuhi oleh pepohonan kerdil dengan daun yang cenderung kecil juga bebatuan yang menyembul dari dalam tanah. Di musim kemarau, sejauh mata memandang akan tersaji warna coklat yang eksotis ala Afrika. Persawahan yang semula ditumbuhi padi atau jagung akan menjelma jadi padang ilalang. Saat moment itu tiba, pastikan kawan menyiapkan kostum terbaik, peralatan yang memadai dan stamina untuk…jeprat jepret (baca: foto-foto)!!
Pada awalnya pulau ini hanya dikenal sebagai tujuan berselancar bagi wisatawan manca negara, tapi seiring dengan tekad Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibantu oleh berbagai pihak untuk memajukan pariwisata di wilayahnya, mulailah digali berbagai potensi lain dari pulau ini. Event peringatan dua abad meletusnya Gunung Tambora, Tambora Menyapa Dunia, yang akan diadakan pada April 2015 mendatang menjadi salah satu upaya untuk mempromosikan Pulau Sumbawa sebagai salah satu destinasi wisata yang patut diperhitungkan. Sampai akhirnya, para wisatawan tidak akan hanya melewati saja pulau eksotis ini saat menuju ke Pulau Komodo dan sekitarnya. Destinasi-destinasi wisata yang terkenal di Pulau Sumbawa antara lain; Pulau Moyo, Pulau Satonda, Gunung Tambora dan Pantai Lakey sebagai salah satu spot selancar terbaik di dunia.

Sejarah

Sebelum abad ke-17, Sumbawa berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu hingga pada tahun 1625 diambil alih oleh Kerajaan Makassar dari Sulawesi yang bercorak Islam. Usaha Sumbawa bagian barat untuk memperluas pengaruh hingga ke sebagian besar wilayah Lombok menimbulkan konflik dengan Bali, yang sebelumnya telah menguasali Lombok, pada abad ke-18. Di saat perang hampir berakhir, bencana meletusnya Tambora pun terjadi pada April 1815 yang menewaskan ribuan jiwa. Ketinggian Tambora pun berkurang dari sekitar 4200m hingga tersisa 2850m kini. Tahun-tahun tersebut merupakan masa suram bagi Pulau yang terkenal sebagai penghasil Susu Kuda Liar dan madu ini.

Penduduk Asli

Selama berabad-abad, Sumbawa dihuni oleh dua etnis yang berbeda baik dari segi bahasa maupun adat istiadatnya; Etnis Samawa di bagian barat (di Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa), dan Etnis Bima di bagian timur (Kabupaten Bima,Kabupaten Dompu dan Kota Bima). Dalam Bahasa lokalnya, masyarakat Bima juga disebut Mbojo. Hal tersebut merujuk pada bahasa, wilayah dan sebutan untuk masyarakatnya. Meskipun terdapat perbedaan dari segi bahasa, budaya dan adat istiadat, kedua etnis tersebut tetap hidup ala Bhineka Tunggal Ika. Abaikan saja jika kawan pernah menonton berita tentang perang antar kampung yang masih sering terjadi di pulau ini, konflik konflik tersebut terjadi karna adanya rasa sepenanggungan dan sifat komunal yang berlebihan. Jika seseorang yang merupakan bagian dari komunitas ataupun desa tertentu terlibat masalah, jadinya masalah tersebut menjadi masalah komunitasnya, mengabaikan apakah seseorang tersebut korban atau pelaku. Tetap akan dibela mati-matian. Meski terkesan temperamental dan gampang tersulut emosi, masyarakat Sumbawa sangat ramah dan terbuka pada pendatang. Just don’t worry about it guys! Trust me!
pakaian adat pengantin Suku Mbojo (Kab. Dompu, Kab. Bima dan Kota Bima)
pakaian adat pengantin Suku Mbojo (Kab. Dompu, Kab. Bima dan Kota Bima)
pakaian adat Suku Samawa. sepintas mirip dengan pakaian Suku Mbojo, tapi ada perbedaan pada detail baju dan tatanan rambut mempelai wanitanya
pakaian adat Suku Samawa. sepintas mirip dengan pakaian Suku Mbojo, tapi ada perbedaan pada detail baju dan tatanan rambut mempelai wanitanya

Pulau Agraris

Sebagian besar masyarakat Sumbawa menggantungkan hidup dengan bertani. Hasil-hasil pertanian antara lain; padi, jagung, bawang merah, kedelai. Pernah juga satu masa dibudidayakan secara besar-besaran tanaman Jarak yang seharusnya dapat diolah menjadi sumber bahan bakar alternatif, tapi program tersebut berhenti di tengah jalan entah karna alasan apa.
Hasil bumi yang melimpah di Pulau tersebut harus dibayar dengan gundulnya gunung-gunung karena aksi berladang yang berpindah-pindah, karena tidak hanya persawahan yang dijadikan lahan pertanian tapi juga gunung-gunung. Para petani umumnya tidak memikirkan efek jangka panjang akan hilangnya sumber-sumber air bagi keberlangsungan ekosistem di sekitar. Hal ini jadi tantangan besar buati pemerintah untuk menghentikannya. Sebagai langkah kampanye anti Ladang berpinda-pindah, Pemerintah Kabupaten Bima pun mempopulerkan “Loa Ngaha Aina Ngoho”: makan boleh, asal jangan berladang (berpindah-pindah).
oleh: Anisa Nur Iman. Lokasi: Desa karama Bura, Kabupaten Dompu
oleh: Anisa Nur Iman. Lokasi: Desa karama Bura, Kabupaten DompuBaca di sini untuk cerita lebih rinci tentang keindahan Desa Karama Bura

Si Manis Dari Timur

Ada banyak daerah di Nusantara sebagai penghasil madu, salah satu yang terbaik karena khasiat dan kualitasnya berasal dari Sumbawa. Terkenalnya khasiat dikarenakan berasal dari lebah liar yang mengambil sari bunga dari tumbuh-tumbuhan yang hanya bisa ditemui di hutan-hutan Sumbawa. Salah satu tumbuhan tersebut adalah Bidara dengan nama latin Ziziphus Mauritian. Lebah-lebah tersebut tidak diternakan tapi langsung diambil dari hutan, menghasilkan madu dengan kadar air yang sedikit dibandingkan dengan madu-madu dari daerah lain. Orang memanfaatkan madu biasanya untuk kesehatan seperti pengembalian stamina, pengobatan dan kecantikan.

Joki Cilik

Joki cilik, ini dia satu lagi hal yang identik dengan Pulau Sumbawa. Pacuan Kuda bisa ditemui di tempat lain, tapi joki cilik dengan usia antara 8-10 tahun? Only in Sumbawa Island! Anak-anak pemberani ini tidak mengenal rasa takut menunggangi kuda yang melaju kencang, mungkin mereka menganggap Kuda tunggangannya hanyalah kuda-kudaan yang biasa ditunggangi anak-anak seusianya. Jangan pikir mereka berkostum lengkap seperti penunggang kuda di arena pacuan kuda modern, enggak. Biasa saja perlengkapannya, tidak memenuhi standar. Mereka tidak mengenal rasa takut karena sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Umumnya para Joki Cilik merupakan anak-anak dari mantan Joki Cilik, ataupun peternak dan pengurus Kuda.
IMG_9347
oleh: Putu Dio Yudha Pratama
oleh: Putu Dio Yudha Pratama

Syurga Para Peselancar

Sudah sejak zaman dulu, Pulau Sumbawa terkenal sebagai destinasi favorit untuk berselancar. Mungkin masih belum tersohor di mata traveller umum, tapi di kalangan penggemar wisata minat khusus (olahraga selancar), Pulau Sumbawa sangat istimewa. Baik di mata peselancar lokal maupun manca negara, sudah menjajadi magnet. Magnet tersebut terletak di ujung barat dan bagian timur pulau yaitu di Kabupaten Sumbawa Barat (Pantai Maluk, Tropical, Ratung dll) dan diKabupaten Dompu (Pantai Lakey, Nanga Doro, Jala dll). Pantai Maluk dan Lakey menjadi yang paaaaling terkenal, dikunjungi dan dikelola dengan baik. Bagi kawan traveller yang tidak suka berselancar tetap bisa menikmati suguhan alam di pantai-pantai tersebut karena pemandangannya yang top markonah. Selain pantai-pantai “selancar” tersebut, Sumbawa masih punya pantai-pantai indah lainnya yang berombak lebih tenang, tersebar di penjuru pulau.
peselancar asing tidak datang sehari dua hari ke Pulau Sumbawa. Mereka tinggal lama di sini karena sudah jatuh cinta dengan ombak di Pulau Sumbawa. Foto-foto para peselancar seperti ini sudah menjadi
peselancar asing tidak datang sehari dua hari ke Pulau Sumbawa. Mereka tinggal lama di sini karena sudah jatuh cinta dengan ombak di Pulau Sumbawa. Foto-foto para peselancar seperti ini sudah menjadi “pemeran utama” di elemen promosi wisata di Kabupaten Sumbawa Barat dan Dompu.

Menjawab Anggapan Skeptis Seputar Susu Kuda Liar

Susu Kuda Liar sudah lama tersohor sebagai salah satu icon dari Sumbawa, tapi dari melihat brand banyak yang mempertanyakan akan “keliaran” kuda yang diambil susunya, “Emang gimana cara nangkap Kuda Liar, trus ngambil susunya? Emangnya Kudanya nggak berontak gitu? Bla bla bla”. Pemirsa! Begini ceritanya. Liar di sini bukan berarti seperti hewan-hewan di Afrika dalam Film Dokumenter. Tidak ada yang memiliki, tidak jinak, nomaden, takut pada manusia dan sifat keliaran ala Rimba lainnya. Di Sumbawa, para Kuda, Sapi dan Kerbau umunya tidak dikandangin, duduk manis menunggu makanan. Mereka dilepas di padang savanna dan gunung-gunung, mencari makanan dan minuman sendiri. Tiap ekor tentusaja ditandai, bisa dengan semacam tato a ataupun benda tertentu di lehernya. Saat dibutuhkan mereka akan ditangkap dengan tali atau digiring menggunakan Anjing. Biarpun dilepas di alam liar, mereka tetap patuh pada UUD 1945 dan GBHN lho (baca: dapat mengenali pemiliknya). Jadi Susu Kuda Liar itu, bukan Kuda liar yang ditangkap lalu diperas susunya, tapi diperoleh dari Kuda peliharaan yang sudah jinak dengan proses pemeliharaan dan mencari makan yang liar.
20150322_164244
gimana mhhak liar kudanya, tuh dilepasi di tengah padang rumput. Makan, makan sendiri, cuci baju sendiri, cari jodohpun sendiri. Lokasi: Sabanna Doro Ncanga, Kabupaten Dompu. Klik ini untuk info lebih jauh tentang destinasi sekitar Doro Ncanga dan klik ini untuk panduan wisata lengkap Kabupaten Dompu
Di Sabanna Doro ncanga di Kabupaten Dompu tidak hanya kuda, sapi dan kerbaupun dibiarkan hidup mandiri. Susu Sapi Liar juga bisa saja sebenarnya jadi komoditi baru. hehe *have a look! di belakang itu..Gunung Tambora
Di Sabanna Doro Ncanga di Kabupaten Dompu tidak hanya kuda, sapi dan kerbaupun dibiarkan hidup mandiri. Susu Sapi Liar juga bisa saja sebenarnya jadi komoditi baru. hehe
*have a look! di belakang itu..Gunung Tambora

Sang Penguasa Jalanan

Saat melalui jalanan di Sumbawa, kawan akan menemukan mereka bertebaran di pinggir jalan. Umunya mereka bergerombol, beramain di pinggir jalan, tidur, berlenggak-lenggok di tengah jalan, bahkan membuang hajat di atasnya. Jika penduduk lupa mengunci pintu pagar, mereka akan menemukan tanaman kesayangannya berantakan. Pernah dibuat peraturan yang mengatur area pergaulan mereka, tetapi lama kelamaan tidak ada tindakan tegas lagi. Siapakah Sang Penguasa ini? Jawabannya adalah Kambing dan Sapi. Bila di perkampungan, penduduk beternak Kambing dan Sapi dengan cara yang sama saat beternak Ayam dan Bebek, dibiarkan berkeliaran untuk mencari makan sendiri. Di jalanan, seringnya mereka mengganggu konsentrasi pengendara oleh aksi lenggak lenggok mereka di tengah jalan. Kotoran merekapun menjadi ranjau darat. Jadi, jika di pinggir jalan ada rombongan warna cokelat harus diperhatikan dengan seksama; Anak Pramuka atau Sang Penguasa Jalan. Sudahlah, toh Sumbawa masih terlalu luas dengan kepadatan penduduknya yang minim. Makasih ya Pi, Mbing..udah meramaikan pulau ini.
harus berbagi jalan raya dengan hewan ternak? Lembo Ade!
harus berbagi jalan raya dengan hewan ternak? Lembo Ade! Lokasi; Doro Ncanga di Kabupaten Dompu
DSC_9145
DSC07314

Sepotong Kisah Tentang Budaya Guyub

Masyarakat Sumbawa (Pulau lho ya, bukan merujuk pada kabupaten) budaya guyubnya masih kental terasa. Misalnya saja saat akan menggelar acara pernikahan salah satu anggota keluarga, para kerabat dan keluarga akan bahu membahu untuk menyumbang bagi berlangsungnya acara, baik materi maupun tenaga. Para wanita memasak, para lelaki menata dan mendekor tempat acara. Tidak ada yang digaji, semua suka rela. Membalas budinya yaitu dengan turut berpartisipasi jika salah satu dari mereka menggelar sebuah hajatan di lain hari. Bukti lain dari keguyubannya, coba saja Anda intip suasana di Bandara, Pelabuhan dan Terminal Bus. Keramaiannya mampu menyaingi lokasi-lokasi tersebut di kota besar. Bukan karna banyak yang akan berangkat, melainkan pengantarnya. Mereka tidak akan beranjak kecuali orang yang diantarnya sudah benar-benar pergi. Di bandara lain lagi ceritanya. Mengantar bukan semata karena ingin melepas kepergian, tapi karena ingin “menonton” pesawat terbang.
suasana anjungan bandara di kabupaten Bima
suasana anjungan bandara di kabupaten Bima
punggung-punggung ini...punggung yang sedih ditinggal sanak saudara kah, atau takjub melihat pesawat?
punggung-punggung ini…punggung yang sedih ditinggal sanak saudara kah, atau takjub melihat pesawat?
Satu lagi cerita soal guyub. Jika piknik bersama keluarga, umumnya mereka tidak membawa makanan yang sudah siap di santap, melainkan bahan-bahan mentah, bahkan lauk yang masih bernyawa yang kemudian akan diolah di TKP (Tempat Kejadian Piknik). Jadi sebenarnya tema besarnya bukan piknik, melainkan masak-masak karena 80% durasi dihabiskan untuk mengolah makanan dan menyantapnya. Bagaimana tidak, Ayam, Itik, bahkan Kambing yang dibawa masih dalam kondisi bernyawa. Tapi, tidak akan Anda temukan pemandangan masak memasak yang ribet ini di lokasi wisata yang sudah dikelola dengan baik.
10847768_10203739195145113_1041859243573808083_n

0 Response to " Sumbawa, dari Eloknya Alam sampai Budayanya Mempesona "

Posting Komentar