Tiga dari empat orang Jepang sebenarnya atheis, walau mereka menyebut dirinya sebagai pemeluk Sinto. Dalam kondisi seperti itu, muslim Jepang berjuang.
TAK ada catatan yang pasti kapan Islam masuk ke Jepang. Namun ditengarai Islam sudah masuk ke Negeri Matahari Terbit sebelum tahun 1868 lewat sebuah interaksi seorang bangsa Jepang dengan sekelompok orang Islam.
Masyarakat Jepang sendiri kemudian mengenal Islam pada tahun 1877 sebagai bagian dari pemikiran religi Barat. Pada tahun ini pulalah kehidupan Rasulullah Muhammad bisa diperkenalkan berkat jasa penerjemahan. Memang, selama kurang lebih 12 tahun, orang Jepang menganggap agama Islam sebagai agama yang aneh.
Ini karena apa-apa yang ketika itu diperlihatkan oleh Islam tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Dalam hal ini memang orang Jepang terkenal sangat egois. Mereka hanya mempelajari sesuatu yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Namun pada masa ini, Islam hanya dikenal sebagai pengetahuan dan bagian dari sejarah kebudayaan—bukan sebagai keyakinan dan agama.
Tahun 1890, terjadilah sebuah kontak yang kelak akan mengubah wajah Islam di Jepang. Ketika itu Ottoman Turki mengirimkan sebuah kapal marinir besar ke Jepang dengan tujuan membangun hubungan diplomatik. Pengiriman itu sendiri bukannya tanpa maksud. Ottoman Turki ingin mengenalkan Islam kepada orang-orang Jepang. Namun sayangnya, kapal marinir besar ini—dinamakan “Ertugul”—dikembalikan oleh orang Jepang. Ditambah lagi, di tengah perjalanan, kapal yang mampu memuat 609 orang ini karam, dan sebanyak 540 orang tenggelam bersamanya.
Orang Islam Jepang pertama adalah Mitsutaro Takaoka. Mitsutaro masuk Islam pada tahun 1909 dan kemudian mengubah namanya menjadi Omar Yamaoka setelah berhaji. Setelah Mistruro, ada lagi Bumpachiro Ariga yang pada waktu bersamaan Misutaro pergi ke Mekkah, ia mengembara ke India dengan tujuan berdagang. Bumpachiro sendiri kemudian masuk Islam di India setelah terpengaruh oleh muslim setempat. Ia kemudian berganti nama menjadi Ahmad Ariga.
Di sisi lain, tenggelamnya Ertugul juga menyimpan catatan sejarah yang lain. Torajiro Yamada merasa terketuk hatinya karena kecelakaan itu. Ia sengaja mengunjungi Turki dan di negara Mustafa Kemal Pasha ini, Torajiro memeluk Islam, dan mengambil nama Abdul Khalil untuk mengganti nama Jepangnya.
Selama Perang Dunia II, sebuah “Islamic Boom” (Ledakan Orang Islam) terjadi di Jepang. Pada masa inilah Jepang benar-benar “dikuasai” oleh Islam. Bukan apa-apa, pemerintah dan militer Jepang sendiri yang merancang hal ini. Banyak organisasi dan pusat penelitian Islam didirikan. Diperkirakan sekitar lebih dari 100 buku dan jurnal Islam diterbitkan di Jepang. Sayangnya, orang-orang Islam Jepang sendiri ketika itu tidak begitu mengendalikan dan menjalankan fasilitas dan kemudahan ini. Akibatnya, tahun 1945, organisasi-organisasi dan pusat penelitian Islam ini musnah dengan cepat .
Bersamaan dengan itu, Jepang terpuruk dalam Perang Dunia II. Ditengarai bahwa “Restorasi Meiji” sebenarnya diadaptasi dan bermula dari situasi yang telah diciptakan kondisi Islamic Boom di atas. Ledakan orang-orang Islam sendiri tidak berhenti sampai di situ. Tahun 1973, terjadi “Arab Boom” di negeri kekaisaran orang-orang bermata sipit itu. Ini terjadi setelah “Oil Shock”.
Media massa Jepang memberikan publikasi besar-besaran kepada orang-orang Arab setelah mereka menyadari pentingnya negara-negara Arab untuk kelangsungan ekonomi Jepang. Dengan publikasi ini, banyak orang Jepang yang asalnya tidak tahu tentang Arab mendapat kesempatan yang lebih banyak tentang Islam. Ketika inilah terjadi “pembengkakan” jumlah orang Islam di negeri penyelenggara salah satu Piala Dunia 2002 itu.
Sekarang, jumlah orang Islam di Jepang diperkirakan sebanyak seratus ribu. Ini jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah total rakyat Jepang yang mencapai jumlah 20 juta jiwa. Statistik menunjukkan bahwa 80% penduduk Jepang adalah pemeluk Budha atau Sinto. Sementara Kristen hanya berjumlah 0,7% saja.
Tapi dalam kenyataannya, dari empat orang Jepang, satu saja yang mempercayai agama. Selebihnya adalah penganut atheis. Bahkan diperkirakan, 85% pada realita, orang Jepang adalah atheis sejati. Dan di tengah-tengah kondisi seperti itulah, muslim Jepang berusaha untuk tetap terus berjalan. []
Tapi walau begitu, kehidupan nyata komunitas muslim di Jepang baru dimulai ketika datang beberapa ratus pengungsi dari Turkoman, Uzbek, Tadjik, Kirghiz, dan beberapa Tatar-Turko muslim lainnya. Mereka berdatangan dari Asia dan Rusia yang ketika itu merupakan korban dari Revolusi Bolshevik selama Perang Dunia I. Orang-orang muslim yang diberi perlindungan oleh pemerintah Jepang bermukim di beberapa kota di negara yang bermata uang Yen itu.
Mereka akhirnya membentuk komunitas muslim yang sedikit jumlahnya. Dari sinilah beberapa orang Jepang asli mulai berdatangan masuk Islam karena interaksi yang intens yang mereka lakukan.
Dari komunitas kecil ini pulalah, beberapa mesjid berdiri. Mesjid yang paling penting yang mendudukki sejarah Islam di Jepang adalah Mesjid Kobe yang dibangun pada tahun 1935. Sampai sekarang, mesjid ini pulalah yang tetap berdiri di negara itu. Tiga tahun setelah Mesjid Kobe berdiri, Mesjid Tokyo dibangun. Satu hal yang perlu ditekankan adalah, hanya sedikit sekali muslim Jepang yang terlibat dalam pembuatan mesjid-mesjid ini. Dan sampai sekarang belum ada satupun orang Jepang asli yang menajdi imam di kedua mesjid tersebut.
0 Response to " Muslim Jepang, Bertahan di Tengah Kaum Atheis "
Posting Komentar