PADA suatu hari, Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. naik mimbar dan berkhutbah, “Wahai, kaum muslimin! Apakah tindakanmu apabila aku memiringkan kepalaku ke arah dunia seperti ini?” (lalu beliau memiringkan kepalanya). Seorang sahabat menghunus pedangnya. Lalu, sambil mengisyaratkan gerakan memotong leher, ia berkata, “Kami akan melakukan ini.” Umar bertanya, “maksudmu, kau akan melakukannya terhadapku?” Orang itu menjawab, “Ya!” Lalu Amirul Mukminin berkata, “Semoga Allah memberimu rahmat! Alhamdulillah, yang telah menjadikan di antara rakyatku orang yang apabila aku menyimpang dia meluruskan aku.”
Menentang Pemborosan
Umar bin Khattab ra. mendengar bahwa salah seorang anaknya membeli cincin permata seharga seribu dirham. Ia segera menulis surat teguran kepadanya dengan kata-kata sebagai berikut:
“Aku mendengar bahwa engkau membeli cincin permata seharga seribu dirham. Kalau hal itu benar, maka segera juallah cincin itu dan gunakan uangnya untuk mengenyangkan seribu orang yang lapar, lalu buatlah cincin dari besi dan ukirlah dengan kata-kata, “Semoga Allah merahmati orang yang mengenali jati dirinya.”
Khalifah Umar Meminjam Uang
Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab ra. membutuhkan uang untuk keperluan pribadi. Ia menghubungi Abdurrahman bin ‘Auf, sahabat yang tergolong kaya, untuk meminjam uang 400 dirham. Abdurrahman bertanya, “mengapa engkau meminjam dari saya? Bukankah kunci baitul maal (kas negara) ada di tanganmu? mengapa engkau tidak meminjam dari sana?” Umar ra. menjawab, “Aku tidak mau meminjam dari baitul maal. Aku takut pada saat maut merenggutku, engkau dan segenap kaum muslimin menuduhku sebagai pemakai uang baitul maal. Dan kalau hal itu terjadi, di akhirat amal kebajikanku pasti dikurangi. Sedangkan kalau aku meminjam dari engkau, jika aku meninggal sebelum aku melunasinya, engkau dapat menagih utangku dari ahli warisku.”
Umar Mengakui Kesalahan
Saat itu Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah,” Jangan memberikan emas kawin lebih dari 40 uqiyah (1240 gram). Barangsiapa melebihkannya maka kelebihannya akan kuserahkan ke baitul maal.” Dengan berani, seorang wanita menjawab, “Apakah yang dihalalkan Allah akan diharamkan oleh Umar? Bukankah Allah berfirman, “…sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka sejumlah harta, maka janganlah kamu mengambil dari padanya sedikitpun,” (An Nisaa': 20). Umar berkata, “Benar apa yang dikatakan wanita itu dan Umar salah.”
Memutuskan Perkara
Seorang wanita mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra., bahwa ia diperkosa. Karena ia melawan dan memberontak, maka air mani lelaki tersebut tertumpah dan mengotori pakaiannya. Sebagai barang bukti, diperlihatkannya pakaiannya yang terkena tumpahan cairan putih. Umar ra. tidak segera percaya terhadap wanita itu. Ia meminta pendapat Ali bin Abi Thalib ra. Ali ra. berkata, “Sirami tumpahan putih itu dengan air panas. Kalau bercak itu membeku, maka itu pasti putih telur. Dan kalau ia hilang dan lumat bersama air, maka itu adalah air mani.” Ketika bercak itu disiram air panas, ternyata ia membeku. Umar ra. dan Ali ra. pun memutuskan bahwa pengaduan wanita itu palsu. Umar ra. berkata kepada wanita itu, “Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai wanita! Pengaduanmu ternyata bohong dan tuduhanmu palsu.” [supriyadi-teknologi]
0 Response to " Andai Pemimpin itu Seperti Umar "
Posting Komentar